gitar tak berdawai

Aku tak'kan melupakan kisah yang telah terkubur di dasar hatiku yang terdalam. Sebuah kenangan yang 'tak tergantikan dalam hidupku. Disinilah aku, berdiri di atas rerumputan hijau nan tenang. Di tengah - tengah padang hijau yang berangin dan sejuk. Masih kuingat dengan jelas caranya memanggilku. Wajahnya, suaranya, senyumannya ... segalanya bagaikan berputar kembali dalam kepalaku..... Aku terduduk di atas rerumputan dan bersandar di bawah sebuah pohon besar yang rindang sambil mengenang kembali masa - masa itu dalam kepalaku.... kembali ke masa 13 tahun yang lalu....
" Hei... hei....! Kau sedang apa di sini? Kenapa tidak ikut bermain?" sahut seorang anak lelaki. Kubuka mataku perlahan tetapi karena sinar matahari yang sangat terang aku tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas. Kusipitkan kembali mataku akibat sinar matahari itu sambil berusaha fokus pada anak lelaki seumuranku yang berdiri di hadapanku. " Hei!" serunya lebih keras sambil mengoyang - goyangkan tangannya di hadapanku. " Apaan sih!" seruku marah sambil menjauhkan tangannya dari depanku. Aku segera beranjak berdiri dari tempatku terlelap yaitu di bawah sebuah pohon besar yang rindang.
" Hei ! Hei ! tunggu!"
" Hhhh!!!!!!! Aku bukan 'hei' tau! Aku punya nama!!" jelasku kesal.
" Oh iya! Maaf ya! Siapa nama kamu? Kalo aku, namaku Gin." Ujarnya lembut sambil mengulurkan tangannya.
" Yuna." Saat aku menyambut uluran tanganya dia segera tersenyum dengan sangat lembut dan tenang. Benar- benar senyuman yang indah dan tulus.
" Ngapain kau tadi di bawah pohon itu?" tanyanya sambil menunjuk pohon yang tadi aku sandari. " Tidur." sahutku ketus. Dia segera menanggapi perkataanku dan tidak memperdulikan sikap ketusku tadi.
" Kamu suka tidur di bawah pohon itu?" tanyanya lagi.
" Ngapain sih kamu tanya - tanya?! " balasku kesal. " Aku cuma pengen tau aja kok.... Soalnya aku suka banget naik pohon itu dan duduk - duduk di atas pohon sambil ngeliatin pemandangan indah dari situ.... tapi aku juga suka berada di bawah pohon itu sambil memandang langit yang indah banget dari bawahnya...." jelasnya panjang lebar.
" Emangnya bagus? Apa bagusnya sih ngeliatin langit? Kurang kerjaan amat sih...." Dia hanya tersenyum singkat dan mulai mengomentari soal lain. Sejak saat itu dia bagaikan magnet dalam hidupku. Dia sering mengajakku berjalan - jalan dan bermain bersama. Setiap hari demi hari kulalui bersamanya. Dia mengajarkanku arti dari hidup dan kebahagiaan serta hal - hal yang tidak pernah kuperhatikan selama ini.
Siang itu begitu cerah. Aku tengah memeluk lututku sambil membenamkan wajahku di antara kedua tanganku. Serasa mau mati saja, pikirku. Kedua orang tua ku bertengkar hebat gara - gara aku. Aku semakin membenamkan wajahku dalam kedua tanganku hingga kudengar sebuah suara yang memanggilku. " Yuna!" begitulah suara itu memangilku. Aku mengangkat wajahku perlahan lalu kulihat dia lagi. Gin. Dia tersenyum padaku. Dia mengambil tempat tepat disebelahku. Dia hanya mengatakan beberapa kata - kata. Dia menungguku untuk berbicara.
" Kalau kau ada masalah, kau bisa menceritakannya padaku, kalau kau mau... Mungkin saja aku bisa membantumu. " Aku hanya terdiam mendengar perkataannya. Dalam benakku berkecamuk berbagai perasaan.
" Kau tak'kan mengerti! Kau tak'kan pernah tahu bagaimana perasaanku! " seruku kesal. Dia hanya tersenyum pelan. " Kau benar. Aku memang tak'kan mengerti kalau kau tidak memberitahuku.. "
Ucapannya membuatku kesal. Mulutku terbuka mulai menceritakan kejadian yang baru saja kualami. " Orang tuaku bertengkar hebat. Mereka bertengkar karena aku! Mereka tidak pernah sayang padaku! Mereka selalu menyalahkan aku!! Aku bukan anak yang mereka inginkan!...." emosiku meluap - luap. Dia hanya mendengarkan dengan tenang. Menunggu lanjutan ceritaku. " Aku bukan anak ayahku..... Aku anak haram ibuku dengan lelaki lain. Gara- gara kehadiranku, ayahku jadi tahu kalau ibuku berselingkuh.... sejak itu, ibuku selalu bersikap dingin padaku... aku benci!aku benci semuanya! Lebih baik mati saja..... " aku terisak - isak. Mati - matian kutahan air mataku.
" Apa kau benar- benar ingin mati? Lalu bagaimana dengan orang - orang yang menyayangimu?" ucapannya serasa menusuk hatiku. Kukerahkan seluruh kemampuanku untuk mengucapkan kata demi kata. " Kau kira aku main - main? Kau tidak mengerti rasanya-" sebelum aku sempat meneruskan kata - kataku, dia telah memotong ucapanku.
" Aku memang tidak mengerti rasanya. Karena aku ingin hidup! Aku ingin hidup! " tekannya. Sungguh tidak pernah kulihat dia seemosi itu. Aku telah kehilangan seluruh kemampuanku untuk berkata - kata. Setelah lebih tenang dia menoleh dan menatap mataku.
" Mati itu mudah... di dunia, banyak orang yang berpikir lebih baik mati daripada menderita.... tapi saat kau mati, orang - orang terdekatmu akan menangisimu, akan kehilangan dirimu.... karena itu, hiduplah, meski kau akan menderita.. apapun yang terjadi, Hiduplah, demi setiap nafas yang Tuhan berikan padamu..demi orang - orang yang menyayangimu, dan demi dirimu sendiri.... " Aku hanya terdiam tak mampu mengucapkan sepatah kata ' pun. Aku menangis sejadi - jadinya di sampingnya. Aku ingin hidup dan aku tidak akan pernah menyerah untuk hidup. Aku pulang kembali ke rumahku. Kedua orang tuaku ternyata sibuk mencariku, ibuku dan ayahku sangat khawatir. Ibuku meminta maaf atas semua kelakuan buruknya padaku. Ayahku bersedia menerimaku dan ibuku. Rupanya tadi mereka bertengkar karena ayahku marah kepada ibuku yang tidak pernah bersikap baik padaku. Keluargaku sudah utuh kembali. Menyenagkan rasanya.
Aku masih senang tidur di bawah pohon itu. Rasanya nyaman dan menenangkan. Dulu, pohon itu hanya tempat pelarianku dari masalah - masalahku. Dari setiap masalah keluargaku dan caci maki orang - orang di sekitarku. Tapi kini semua berbeda. Namun ada satu hal yang selalu menggangguku. Gin memang selalu menemaniku, tapi dia tetap misterius bagiku. Tidak jelas siapa keluarganya dan dari mana dia berasal. Dia hanya selalu tersenyum seperti itu setiap bertemu denganku. Senyum yang telah menyelamatkan hidupku.
" Gin, kenapa kau suka melihat langit?" tanyaku pada suatu hari.
" Karena langit itu indah. Dia akan selalu ada. Selalu ada kapanpun kau membutuhkannya. Dia bagaikan janji tentang keabadian."
" Keabadian?"
" Ya. Semua orang pasti akan meninggal 'kan? Orang - orang terdekatmu suatu saat pasti akan meninggalkanmu. Tapi doa mereka akan selalu menyertaimu. Termasuk aku." Ujarnya sambil menatap dalam kedua bola mataku. Matanya begitu biru dan tenang. Tatapannya begitu menyayat hatiku. Ucapannya telah menembus dasar hatiku. Tanpa sadar, air mataku mengalir hangat menuruni pipiku.
Dia mengerutkan alisnya ketika melihat air mataku. Tangannya terulur untuk memelukku. Pelukannya terasa hangat. Dia berbisik pelan di telingaku. " Yuna, aku ingin kau tahu..... Kapanpun kau merindukanku, dimanapun, saat kau merindukanku, ingatlah, aku akan selalu ada di sisimu.... Saat kau membutuhkan kekuatan, saat apapun... Dengan melihat langit, kau akan tahu bahwa aku akan selalu menjagamu.... Selamanya...oleh karena itu jangna menangis.... jangan pernah menyerah untuk hidup....."
Sejak saat itu aku tidak pernah lagi melihatnya. Dari kabar yang kudengar dia menderita penyakit parah dan pergi berobat ke negara lain. Rupanya dia juga tidak mau menyerah untuk hidup. Dia pergi untuk terus berjuang, berjuang untuk hidup. Pohon ini menjadi saksi kami berdua. Meski aku tidak pernah lagi melihatnya, meski pertemuan kami hanya begitu singkat, kata - katanya selalu menjadi penopang hidupku. Aku berdiri dan beranjak pergi dari tempat itu, membawa kenangan yang selalu kusimpan dalam hatiku yang terdalam. Karena dia, akan selalu menjadi langit dalam hidupku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

sebuah harapan

kuingat

puisi dari namaku